Selasa, 03 September 2013

The Life


MY LIFE IS CHOICE

Hidup ku adalah pilihan. mana yang akan kita pilih. Pilihan terbaik atau pilihan terburuk. semua orang pasti ingin memilih hidup yang terbaik. memilih pilihan terbaik dan menjalani hidup dengan baik pasti akan mengantarkan kita kepada kesuksesan. 

3 KIAT MENJADI ORANG SUKSES

Meraih sukses sudah diajarkan oleh Islam. Dan ada tiga kunci utama yang memudahkan kita meraih sukses. Sebagaimana disebutkan dalam ayat dan hadits yang akan disebutkan dalam artikel berikut.

1- Bertakwa (Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya) serta tawakkal

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3).

Dari Ibnu ‘Abbas, ia menafsirkan ayat “Allah akan mengadakan baginya jalan keluar” yaitu dengan takwa, Allah akan menyelematkannya dari kesulitan di dunia dan akhirat. (Lihat Tafsir Al Qurthubi, 18: 159). Takwa tentu saja dengan menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya. Sedangkan tawakkal adalah menyandarkan hati pada Allah dalam usaha diiringi dengan melakukan usaha.

2- Berbakti pada orang tua

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِي عُمْرِهِ وَأَنْ يُزَادَ لَهُ فِي رِزْقِهِ فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rizkinya, maka berbaktilah pada orang tua dan sambunglah tali silaturahmi (dengan kerabat).” [HR. Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi, yaitu hasan dilihat dari jalur lainnya].

Jika Anda menjadi anak yang berbakti pasti akan dimudahkan dalam berbagai urusan dan kesuksesan. Karena hal ini pun telah dibuktikan oleh para ulama di masa silam.

3- Rajin memperbanyak do’a

Dengan do’a segala urusan dan kesuksesan pun mudah diraih. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »

“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal:
[1] Allah akan segera mengabulkan do’anya,
[2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan
[3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.”

Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allahu aktsari (biar Allah yang memperbanyak).” [HR. Ahmad no. 11149, 3/18, dari Abu Sa’id. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (bagus). Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan]

Perbanyaklah do’a berikut agar dimudahkan dalam setiap urusan.

اللَهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً

Allahumma laa sahlaa illa maa ja'altahu sahlaa wa anta taj'alul hazna idza syi'ta sahlaa"Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah dan Engkau yang menjadikan kesedihan (kesusahan) menjadi mudah jika Engkau kehendaki" [HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Suni. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Ash Shahihah no.2886]

Keseimbang Dunia dan akhirat itu lebih penting.







Menuju Kesuksesan sangat sulit. banyak sekali halangan rintangan yang akan menghadang dan menjadi ujian bagi kita. Semoga itu hanya menjadi batu loncatan untuk kita. Agar hidup kita lebih bermakna. sebagaimana pesan yang disampaikan oleh imam Asy-Syafi'i.



Al-Imâm asy-Syâfi’i rahimahullâh (wafat: 204-H) bersyair:

دَعِ الأَيَّامَ تَفْعَل مَا تَشَاءُ ** وَطِبْ نَفْساً إذَا حَكَمَ الْقَضَاءُ

“Biarkanlah hari demi hari berbuat sesukanya ** Tegarkan dan lapangkan jiwa tatkala takdir menjatuhkan ketentuan (setelah diawali dengan tekad dan usaha).”

وَلا تَجْزَعْ لِنَازِلَةِ اللَّيَالِـي **  فَمَا لِـحَوَادِثِ الدُّنْيَا بَقَاءُ

“Janganlah engkau terhenyak dengan musibah malam yang terjadi ** Karena musibah di dunia ini tak satu pun yang bertahan abadi (musibah tersebut pasti akan berakhir).”

وكُنْ رَجُلاً عَلَى الْأَهْوَالِ جَلْدًا ** وَشِيْمَتُكَ السَّمَاحَةُ وَالْوَفَاءُ

“(Maka) jadilah engkau lelaki sejati tatkala ketakutan menimpa ** Dengan akhlakmu; kelapangan dada, kesetiaan dan integritas.”

وإنْ كَثُرَتْ عُيُوْبُكَ فِيْ الْبَرَايَا ** وسَرّكَ أَنْ يَكُونَ لَها غِطَاءُ

“Betapapun aibmu bertebaran di mata makhluk ** Dan engkau ingin ada tirai yang menutupinya.”

تَسَتَّرْ بِالسَّخَاء فَكُلُّ عَيْبٍ ** يُغَطِّيْهِ كَمَا قِيْلَ السَّخَاءُ

“Maka tutupilah dengan tirai kedermawanan, karena segenap aib ** Akan tertutupi dengan apa yang disebut orang sebagai kedermawanan.”

وَلَا تُرِ لِلْأَعَادِيْ قَطُّ ذُلًّا ** فَإِنَّ شَمَاتَةَ الْأَعْدَا بَلَاءُ

“Jangan sedikitpun memperlihatkan kehinaan di hadapan musuh (orang-orang kafir) ** Itu akan menjadikan mereka merasa di atas kebenaran disebabkan berjayanya mereka, sungguh itulah malapetaka yang sebenarnya.”

وَلَا تَرْجُ السَّمَاحَةَ مِنْ بَخِيْلٍ ** فَما فِي النَّارِ لِلظْمآنِ مَاءُ

“Jangan pernah kau berharap pemberian dari Si Bakhil ** Karena pada api (Si Bakhil), tidak ada air bagi mereka yang haus.”

وَرِزْقُكَ لَيْسَ يُنْقِصُهُ التَأَنِّي ** وليسَ يزيدُ في الرزقِ العناءُ

“Rizkimu (telah terjamin dalam ketentuan Allâh), tidak akan berkurang hanya karena sifat tenang dan tidak tergesa-gesa (dalam mencarinya) ** Tidak pula rizkimu itu bertambah dengan ambisi dan keletihan dalam bekerja.”

وَلاَ حُزْنٌ يَدُومُ وَلاَ سُرورٌ ** ولاَ بؤسٌ عَلَيْكَ وَلاَ رَخَاءُ

“Tak ada kesedihan yang kekal, tak ada kebahagiaan yang abadi ** Tak ada kesengsaraan yang bertahan selamanya, pun demikian halnya dengan kemakmuran. (Beginilah keadaan hari demi hari, yang seharusnya mampu senantiasa memberikan kita harapan demi harapan dalam kehidupan)”

إذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قَنُوْعٍ ** فَأَنْتَ وَمَالِكُ الدُّنْيَا سَوَاءُ

“Manakala sifat Qanâ’ah senantiasa ada pada dirimu ** Maka antara engkau dan raja dunia, sama saja (artinya: orang yang qanâ’ah, senantiasa merasa cukup dengan apa yang diberikan Allâh untuknya, maka sejatinya dia seperti raja bahkan lebih merdeka dari seorang raja)

وَمَنْ نَزَلَتْ بِسَاحَتِهِ الْمَنَايَا ** فلا أرضٌ تقيهِ ولا سماءُ

“Siapapun yang dihampiri oleh janji kematian ** Maka tak ada bumi dan tak ada langit yang bisa melindunginya.”

وَأَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً وَلَكِنْ ** إذَا نَزَلَ الْقَضَا ضَاقَ الْفَضَاءُ

“Bumi Allâh itu teramat luas, namun ** Tatakala takdir (kematian) turun (menjemput), maka tempat manapun niscaya kan terasa sempit.”

دَعِ الأَيَّامَ تَغْدرُ كُلَّ حِينٍ ** فَمَا يُغْنِيْ عَنِ الْمَوْتِ الدَّوَاءُ

“Biarkanlah hari demi hari melakukan pengkhianatan setiap saat (artinya: jangan kuatir dengan kezaliman yang menimpamu) ** Toh, (pada akhirnya jika kezaliman tersebut sampai merenggut nyawa, maka ketahuilah bahwa) tak satu pun obat yang bisa menangkal kematian (artinya: mati di atas singgasana sebagai seorang raja dan mati di atas tanah sebagai orang yang terzalimi, sama-sama tidak ada obat penangkalnya).”
***

Dari kitab Dîwân al-Imâm asy-Syâfi’i hal. 10, Ta’lîq: Muhammad Ibrâhîm Salîm



 14/11/2013 

Jika seorang wanita meninggal sebelum dia sempat menikah dengan seorang laki-laki maka Allah lah yang menikahkannya kelak di surga dengan seorang lelaki dunia, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Tidaklah ada di surga seorang bujang.” (HR. Muslim). Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa jika seorang wanita belum menikah di dunia maka Allah swt yang menikahkannya dengan seseorang yang menyedapkan pandangan matanya di surga. Kenikmatan di surga tidaklah terbatas untuk kaum laki-laki akan tetapi untuk

Sumber : http://www.akhwatmuslimah.com/
kaum laki-laki dan wanita dan diantara kenikmatan itu adalah pernikahan. Demikian halnya dengan seorang wanita yang meninggal dalam keadaan sudah dicerai.
Demikian pula terhadap seorang wanita yang suaminya tidak masuk surga, Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa seorang wanita yang masuk surga dan belum menikah atau suaminya tidak termasuk kedalam ahli surga maka jika wanita itu masuk surga dan di surga terdapat lelaki dunia yang belum menikah maka seorang dari merekalah yang menikahinya.
Adapun seorang wanita yang meninggal setelah menikah dan dia termasuk ahli surga maka di surga dia akan bersama suaminya yang menikahinya saat meninggalnya.
Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia tidak menikah lagi setelahnya hingga dia meninggal dunia maka wanita itu akan menjadi istrinya di surga.
Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia menikah lagi setelah itu maka wanita itu menjadi istri bagi suaminya yang terakhir walaupun wanita itu pernah menikah dengan beberapa laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah saw, ”Seorang istri untuk suaminya yang terakhir.” (Silsilatu al Ahadits ash Shahihah Lil Albani) dan perkataan Hudzaifah kepada istrinya, ”Jika engkau mau menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah sepeninggalku. Sesungguhnya seorang istri di surga adalah untuk suaminya yang terakhir di dunia. Karena itu Allah swt mengharamkan istri-istri Nabi untuk menikah sepeninggal beliau saw karena mereka adalah istri-istrinya Nabi SAW di surga.”
-Ustadz Sigit Pranowo Lc-

Referensi
http://www.akhwatmuslimah.com/2013/11/14/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga bermanfaat